Saturday, September 16, 2017

Jerman Ranking 1 FIFA per 14 September 2017

per tanggal 14 September 2017, FIFA meluncurkan rangking terbarunya.
Jerman meningkat ke posisi pertama menyalip Brazil.
Ini hasil selengkapnya:
Image result for germany fifa ranking september 2017


Source: here

Saturday, February 6, 2016

What can technology do for global health?

This year, the focus of the World Economic Forum's Annual Meeting in Davos was on the Fourth Industrial Revolution, and how the technology revolution is changing all aspects of our world. The effects are particularly profound in the healthcare field.
I had the opportunity to discuss these changes in a session titled “Rebooting Healthcare” with Seth F. Berkley, chief executive officer of GAVI Alliance,Jonathan Adiri, founder and chief executive officer of Healthy.io, and Elizabeth O’Day, founder and chief executive officer of Olaris Therapeutics.
During this session, we discussed how the latest innovations are transforming healthcare. Mr. Adiri shared how Healthy.io is using mobile phones as medical imaging devices. Ms. O’Day discussed how Olaris Therapeutics is developing precision medicines for diseases to offer new treatment options or better tailor existing treatments.
These individuals and organizations are helping to improve access to healthcare around the world and are achieving remarkable results. Their contributions come at a critical moment for global health. In Africa, the average spending on healthcare across all 54-member countries comes down to about $200 per person per year. By comparison, according to 2013 data from the World Health Organization, the United States spends roughly $9,000 per person per year. This difference of a factor of 45 in spending means that for a vast portion of the world’s population, we need to rethink our approach to healthcare.
Map: Health expenditure per capita, from the World Bank
Many advanced technologies are too expensive and thus will have little effect on alleviating the health crisis for billions around the world for whom advanced high-tech healthcare is simply out of reach. If we accept that this divide cannot be bridged with advanced technology designed for a $9,000-a-year healthcare consumer, then we must find ways that technology can provide vastly lower-cost solutions to vastly more people.
One such solution is to use technology to shift our focus from healthcare to health promotion. We need to not only focus on precision healthcare, but also precision health. We need to develop inexpensive solutions that can automate health services and help foster ecosystems where communities can create their own health services.
We saw the power of this approach during the Ebola epidemic. Rather than an expensive blockbuster drug or vaccine, rapid community mobilization facilitated by technology quelled the outbreak. This isn’t to say we don’t need blockbuster drugs and vaccines: Merck and GAVI just announced a partnership to bring an Ebola Vaccine to market.
However, inexpensive technology such as simple mobile applications helped to eradicate the disease by providing communities with information on preventative measures, including safe burials and how to conduct contact tracing. We must look for opportunities to replicate this success, leveraging low-cost technology to ensure these communities continue to have access to preventative health information that allows them to take charge and keep their communities safe.
In addition to yielding better health outcomes, this shift from high-cost treatments to relatively low-cost health promotion has serious macro and micro-economic implications. At a macro level, malaria has been estimated to cost Africa more than $12 billion every year in lost GDP, that’s 1% of GDP, even though it could be controlled for a fraction of that sum. At an individual level, Health Poverty Actionhas estimated that the cost of treating a child with malaria is the equivalent of half a month’s average salary in Sierra Leone. Technology can help alleviate these costs by improving access to low-cost preventative treatments such as bed nets.
While it was inspiring to learn about the innovative precision technology in development in Davos, I came away more convinced than ever that we need to also focus innovation on the billions that these technologies do not reach and will not reach by market forces alone. We must invest in solutions that facilitate low-cost preventative healthcare measures that empower communities and allow them to take control of their health outcomes.

Fortunately, this is rapidly becoming a focus in expensive markets as well. According to a BCG report, non-communicable diseases between now and 2030 are expected to cost 5 times the amount of money that was lost during the 2008 Financial crisis. If we can collectively find ways to shift the market and ecosystem to focus on health, not just healthcare, we can harness a creativity and innovation engine that knows no bounds, and reach every person.

Source:here

Wednesday, September 24, 2014

64th WHO Regional Europe Meeting

Setiap tahun diadakan WHO Regional Europe Meeting. Tahun 2014 ini adalah yang ke 64 (64th WHO Regaional Europe Meeting). Meeting ini tepatnya diadakan pada tanggal 15-19 September 2014, di UN City center, Copenhagen, Denmark.

Meeting ini mirip tahun lalu membawa agenda, salah satunya adalah Health 2020:the  European Policy Health and Well Being. Meeting ini dihadiri oleh berbagai negara, yang dalam istilah WHO disebut member state, syang tentunya dari regional eropa .

Saya dan profesor diundang ke meeting ini sebalagi delegasi dari NGO International Society of Physical and Rehabililtation Medicine (ISPRM). ISPRM merupakan salah satu scientific society dalam bidang rehabilitasi medik. Dalam meeting ini, setiap member states dan NGO diberi kesempatan untuk menyampaikan statement sesuai agenda yang telah direncanakan. ISPRM juga memberikan statment/pernyataan tentang pentingnya memasukkan isu2 yang berkaitan dengan disability kedalam agenda meeting WHO regional Europe yang selanjutnya. Karena WHO central office sendiri telah mengadopsi dan mengaprove WHO Global Disability Action Plan 2014-2021: Better Health for all people with disability. Beraitan dengan ini, tentunya setiap regional harus juga memasukkan isu yang berkaitan dengan hal tersebut, mengingat disability sendiri bukan hanya merupkan isu biologi/kesehatan tetapi juga merupakan isu social yang berkaitan erat dengan keterbatasan orang yang menyadang disability untuk berhubungan dengan linkungannya.

Statement dari ISPRM sendiri bisa dilihat langsung dari rekaman video yang diambil saat meeting tersebut:
dari website WHO atau langsung dari youtube


Semoga bermanfaat

Sunday, July 21, 2013

Puasa di Jerman Saat Musim Panas/Summer

Puasa di Eropa, termasuk Jerman untuk tahun 2013 dimulai pada tanggal 9 Juli 2013.
Bulan Juni-Juli termasuk puncaknya musim panas di belahan bumi bagian utara. Sehingga, awal puasa kemarin warga muslim di Jerman merasakan hampir 19 jam berpuasa (Shubuh 03:03; Maghrib 21:43). Dikarenakan siang di musim panas ini lebih panjang dari musim-musim yang lain.

Karena hal tersebut, kita harus betul-betul mempersiapkan diri. Selain sisi relijius, juga sisi fisik tubuh. Yang tentunya pemilihan makanan saat sahur dan berbuka merupakan faktor yang esensial untuk menjaga tubuh kita tetap fit. Biasanya saya memilih makanan berdasarkan Glycemics Index (GI).

Apa itu GI? (sumber: klik di sini):  
GI merupakan metode untuk me-rating karbohidrat dalam makanan (skala: 0-100) berdasarkan efeknya ke gula dalam darah. Makanan dengan GI tinggi (>70) mengandung karbohidrat yang dapat dicerna dan diserap tubuh dengan cepat, sehingga menyebabkan naiknya dula darah. Makanan dengan GI rendah (<55) mengandung karbohidrat yang dapat dicerna dan diserap lebih lama, sehingga efeknya ke kadar gula dalam darah lebih sedikit,

Berdasarkan riset, makanan dengan GI rendah dapat meningkatkan rasa kenyang (satiety/feeling of fullness), menurunkan rasa lapar, sehingga mengurangi asupan energi.
Makanan dengan GI rendah juga sangat bagus untuk penderita diabetes, obesitas, kesehatan jantung, untuk atlet (karena meningkatkan daya tahan/endurance) dan untuk yang sedang diet.


Kembali ke masalah Puasa, berikut tip-tip saya.
  1. Menu untuk Sahur:
Biasanya saya makan müsli (muesli) yang dicampur susu dengan kandungan lemak 1.5%, buah segar atau jus buah buatan sendiri, dan jus yang mengandung kadar vitamin C tinggi
Kenapa saya memilih muesli, bukan nasi? Karena muesli (GI=56) memiliki indeks glikemik lebih rendah daripada nasi (steam rice: GI=98) (untuk daftar yang lebih lengkap, bisa dilihat di sini). Untuk memberikan rasa yang lebih pas dengan selera saya, biasanya saya membeli müsli yang mengandung butiran coklat.

  1. Menu untuk Buka Puasa:
Biasanya saya memakan 3 butir kurma, jus buah buatan sendiri, teh hangat tawar, sedikit nasi, daging (rendah lemak, dan kalau bisa tanpa kulit), ikan atau telur dan lebih banyak sayuran (porsi nasi: sayuran= 40:60), dan jus yang mengandung kadar vitamin C tinggi. Saya juga meminimalisasi makanan yang digoreng.

Dengan cara pemilihan makanan seperti di atas, alhamdulillah saya bisa merasa tetap fit. Bahkan saya cukup sering melakukan ngabuburit dengan cara jogging dan/atau jalan kaki di sore hari sekitar 1-1,5 jam (antara jam 6:00 - 8:30 pm).

Tempat jogging:




Mudah-mudahan tips tersebut dapat bermanfaat bagi yang lain.

Selamat berpuasa.

Semoga amal ibadah kita diterima Alloh SWT. Amiin

Monday, December 3, 2012

Meeting in Atlanta November 2012

Menjelang akhir September 2012, sy berbicara dengan si Prof. terkait dengan pekerjaan baru yang ingin saya pelajari atau lebih tepatnya terlibat. Karena dalam 2 minggu (pertengahan Oktober 2012) kuliah PPCR di Harvard Mecial School akan selesai. So, saya kira saya akan memiliki waktu lebih banyak untuk mempelajari dan mengerjakan hal baru. Dia dengan senang hati berkata: sebetulnya dari dulu saya ingin melibatkan kamu dengan kegiatan saya yang lain, tepatnya aktivitas saya di International Society of Physical and Rehabilitation (ISPRM) dan ISPRM-WHO Liaison Committee. Katanya lagi, dia tidak tega meminta sy terlibat/menjadi asistennya untuk pekerjaan tersebut, karena dia tahu bagaimana strugglingnya sy dengan riset, kuliah PPCR, BNFPRM,  komite congress BNCPRM 2013, komite world congress ISPRM 2015.

Setelah tahu alasan saya, dia setuju dan malah langsung berkata: kamu harus ikut kongres AAPMR 2012 di Atlanta pertengahan bulan November 2012. karena saat kongres tersebut akan diadakan interim meeting ISPRM executive committee dan ISPRM-WHO Liason committee, serta ada meeting persiapan world congress ISPRM 2015. kontan sy berkata..setuju, tapi sangat mendadak..karena sy harus mengurus visa dan segala macamnya. sebetulnya ada satu hal yang menjadi pertimbangan beliau, karena keberangkatan sy ke Atlanta tidak mempunyai presentasi (poster/oral), so dia akan berdiskusi dengan congress organizer world congress ISPRM 2015. dan setelahnya diketahui congress organizer setuju untuk membiayai travel expenses dan accommodation sy selama di Atlanta.

Mengenai proses pembuatan visa ke USA dari Jerman mungkin akan saya posting secara terpisah.

Setelah sampai di bandara di Atlanta, sy bertemu si Prof, dan 2 Prof. dari Viena dan Salzburg yang tentu saja sudah saya kenal sebelumnya. karena Prof. dr Vienna ini salah satu congress' president untuk ISPRM 2015. sedangkan Prof. dari Salzburg, petemuan pertama kali adalah di Bali, saat AOCPRM 2012. Kita bertemu di sana, karena penerbangan yang berbeda sekitar satu jam saja..saya tiba lebih dulu dan panjangnaya antrian imigrasi menyebabkan kurang dari 1 jam saja saya bisa bertemu mereka.

Dinner meeting. Malam harinya, kita (sy, Prof and Prof. dari Vienna) mengadakan dinner meeting. selama dinner ini hampir 90% obrolan adalah masalah pekerjaan, mulai dari perseiapan world Congress ISPRM 2015, ISPRM interim meeting, voting for president's elect, juga lobby untuk mengajak Prof. dari Vienna sbg collaboration partner untuk next research project...dan tentu saja si prof. ini setuju.

ISPRM Assembly meeting I. It was honoured for me that the President of ISPRM 2013-2015 mengijinkan sy untuk masuk ruangan meeting dan melihat proses meeting. Peserta meeting itu sebetulnya adalah executive committee of ISPRM dan perwakilan dari negara2 anggota. Meeting cukup alot, tetapi sebetulnya meeting seperti ini juga sering terjadi saat dulu masih jadi mahasiswa di indonesia. walaupun cara berfikirnya mungkin berbeda. Dan kembali hal2 menakjubkan buat saya terlihat.. banyak prof yang menjadi peserta tetap melakukan pekerjaan saat meeting tersebut, tetapi bisa bertanya dengan kuailtas yang cukup signifikan... bagi sy, ini luar biasa, karena bagaimana mungkin bekerja fokus pd laptopnya, tapi masih bisa bertanya. mungkinkah karena terbiasa? salah satunya adalah prof. dari UK yg duduk di sebelah saya.

Setelah meeting tersebut, sekitar jam 5 sore, ada meeting ISPRM subcommittees dan ISPRM-WHO Liason subcommittee yang diadaan di Hotel Hilton, Atlanta. Saya diminta Prof. untuk mengikuti congress subcommittee meeting dan ISPRM-WHO Liason committee meeting. cukup menarik, karena ternyata mereka mendengarkan juga pendapat saya, walaupun sy masih baru dan banyak yang belum kenal dengan sy.

ISPRM Assembly meeting II. Meeting ini diadakan keesokan harinya dari jam 4:30an sore sampai sekitar jam 10 malam. Meeting ini meliputi motion2 yang didasarkan pada meeting subcommittee hari sebelumnya dan juga bidding untuk penyelenggaraan world Congress ISPRM 2016. untuk penyelenggaraan ini, ada 4 negara yang mengajukan: Malaysia, Taiwan, Singapore dan Filipina. mereka diberi kesempatan untuk presentasi selama 15 menit yang intinya..kenapa negara (atau lebih tepatnya kota) tersebut layak dipilih. Akhirnya, Kuala Lumpur terpilih menjadi tempat penyelenggaraan ISPRM 2016 dengan perolehan suara cukup telak: 38 suara. saya lupa untuk yang lainnya.

Diantara meeting2 tersebut, saya berkenalan dengan beberapa kolega2 baru dari Swis, Malaysia yang salah satunya adalah alumni PPCR Harvard medical School juga, Itali yang salah satunya adalah alumni PPCR Harvard, dari Polandia, Turki, Singapore, Mexico, dll. Saya juga sempat mempromosikan World Congress ISPRM 2015 di booth standnya di exhibition hall. cukup menarik dan banyak yang bertanya dari mana asal saya, ko ga keliatan jermannya...padahal udah mencoba pakai Guten morgen, Guten Tag and Tschüss nya...hehehe...

Cukup melelahkan tetapi banyak pengalaman berharga yang didapat...

Sunday, December 2, 2012

Clinical Research Scholar Award

Tak henti-hentinya mengucapakan syukur, sesaat setelah mendapatkan paket dari Harvard Medical School yang berisi dua sertifikat (kelulusan dan award) dan email konfirmasi (26 November 2012) yang menyatakan bahwa saya lulus dan terpilih menjadi salah satu diantara 15 students (yang mendapatkan Clinical Research Scholar Award) diantara 300an students yang mengikuti kuliah Principles and Practice of Clinical Research (PPCR), Harvard Medical School dari bulan Februari-Oktober 2012.

Bagi saya ini merupakan pencapaian yang luar biasa, karena saya tidak ngotot untuk mendapatkan award, saya hanya berfokus untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan semampu saya, karena saya tahu bahwa saya mempunyai banyak kelemahan2 dalam mengikuti kuliah tersebut, termasuk yang paling besar adalah background saya yang bukan dari kedokteran. Hal ini menyebabkan saya harus belajar ekstra untuk mengerti isitlah-istilah kedokteran dikuliah tersebut selain mempelajari tugas2 lainnya, seperti homework, group work (writing grants), dan tentu saja menghadiri kuliahnya seminggu sekali selama 3 jam, serta 4 kali ujian.

Sebetulnya, saya juga menerapkan strategi dalam kuliah tersebut, dalam tulisan ini saya akan fokus ke salah satu tugas yang dinamakan forum dan diskusi.
Jadi, dalam tugas ini, setiap minggu kita diberikan bahan bacaan satu study case yang biasanya 6-13 halaman, beberapa bab dalam buku pegangan (Foundation of Clinical Research Applications to Practice; 3rd Edition; Portney and Watkins, 2009) dan paper-paper yang berjumlah 6-13 buah. Bahan-bahan bacaan tersebut harus dibaca jika kita ingin aktif dalam forum dan diskusi per minggunya. Karena jika tidak, kita tidak akan mempunyai cukup pengetahuan yang memadai untuk share dan berdiskusi dengan students lainnya.

So, apa sebetulnya strategi saya? 
1. Dalam forum diskusi ini, biasanya ada beberapa subtopik (biasanya minimal berjumlah 6 subtopik) yang disediakan oleh koordinator untuk didiskusikan oleh studentsnya. Disaat students yang lain lebih fokus ke subtopik study case, saya hanya terlibat sedikit saja di subtopik ini, jadi lebih fokus ke subtopik-subtopik yang lainnya yang kurang diperhatikan oleh students2 yang lain. Jadi saya bisa lebih aktif berkontribusi di subtopik2 ini.
2. Strategi lainnya adalah, disaat students lain hanya fokus dengan bacaan yang diberikan oleh koordinator kuliah, saya membaca bahan2 bacaan lain yang berhubungan dengan topik2 tersebut. Saya bisa membaca 3-10 paper lain yang mendukung topik-topik tersebut tiap-tiap minggunya, tentu saja dengan cara meng'google' sendiri. Karena hal ini, saya mempunyai pengetahuan lebih untuk dishare ke forum dan berdikusi dengan students lainnya dalam mengerjakan tugas ini.

Mungkin strategi inilah yang membuat saya menjadi salah satu student yang mendapatkan award tersebut. Dan salah satufaktor lainnya adalah si Prof. yang mensupport dan teman2 lain yang sering mengingatkan untuk: BELAJAR!! BELAJAR!! BELAJAR!!

Walaupun terasa lelahnya, karena tiap hari saya masih harus bergelut dengan riset, tugas-tugas kongres dan international lainnya...namun akhir yang membahagiakan akhirnya terjadi...;)
Alhamdulillah..;)




Friday, November 2, 2012

Lulus Kuliah PPCR di Harvard Medical School

Sesuai judulnya, hari ini terasa sangat menyenangkan. Karena mendapatkan email dari koordinator kursus PPCR bahwa saya dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan sertifikat atas kelulusan ini. Saya langsung bersyukur. Karena tidak menyangka bisa menyelesaikan kursus ini. Karena perjalanan dan perjuangan mengikuti kursus ini selama 8 bulan (Februari-Oktober 2012) dengan tugas segunung ditambah kerjaan riset di klinik, menjadi panitia kongres2 membuat saya kewalahan dan bahkan pernah merasa jenuh dan capek, karena tidak tahu kapan semua ini akan berakhir. Tapi perjuangan dan perjalanan panjang kuliah PPCR berakhir dengan kebahagiaan...bisa LULUS..walaupun bukan menjadi yang terbaik.

Oya.. apa sih sebetulnya PPCR?
PPCR= Principles and Practice of Clinical Research. Kuliah ini diadakan oleh Harvard Medical School. Walaupun pusat studinya di Boston, USA, tapi kuliah ini bisa juga diikuti oleh siswa dari berbagai negara, termasuk saya yang berada di Jerman. Hal ini memnungkinkan, karena kehadiran bisa dilakukan secara online untuk yang tidak bisa menghadiri lokasi dari kelas2 yang disediakan. Kelas yang disediakan antara lain di Boston, 2 lokasi di Brazil, Peru, Portugal, Arab Saudi. Sebetulnya ada juga lokasi di Jerman, tetapi karena lokasinya di Dresden yang cukup jauh dari Hannover saya lebih memilih untuk mengikuti secara online melalui ADOBE.

Mata kuliah apa saja yang dibahas: sesuai dengan nama kursusnya, mata kuliah yang ditawarkan adalah yang berhubungan dengan clinical research, mulai dari etik, recruitment, statistics, sampai publikasi dan menulis grant proposal. Kursus ini sangat melelahkan dan menyita banyak waktu, karena salah satu syarat kelulusan selain 4 kali ujian adalah aktif di forum diskusi dan juga tugas2 lainnya setiap minggunya yang tanpa henti. Untuk dapat berdiskusi, tentunya kita harus membaca reading material yang diberikan oleh koordinator kursus yang bisa mencapai 13 bahan bacaan termasuk studi kasus dan jurnal2 ditambah bab2 terkait dari handbook wajib.

Anyway, kursus ini sangat2 dianjurkan buat yang bergelut di riset klinis. karena saya sendiri sangat merasakan manfaatnnya. Boleh dibilang pengalaman riset klinis saya nol dan bertambah secara signifikan setelah mengikuti kursus ini.